Ketika aku SMP aku mengenal sesosok teman yang bernama Wahyu Widayati, tapi dia sering dipanggil Ayu. Aku mengenal dia saat duduk di kelas satu SMP. Ayu adalah sesosok cewek imut, manis, dan juga crewet, tapi dia juga baek hati. Saat itu kami dekat sekali, kemana-kemana bersama, bahkan sampai ada orang yang bilang kalau kami ini kembar. Persahabatan kami agak renggang ketika dia harus melanjutkan sekolahnya di Wonosari Gunung Kidul, saat itu kami jadi terpisah. Karna minimnya alat komunikasi saat itu, kami jadi susah untuk pertukar pikiran seperti saat masih satu sekolahan dulu. Walaupun begitu kami tetap menyempatkan waktu untuk bertemu dan bercanda bersama. Semua itu kami lakukan untuk sekedar mengobati rasa kangen, jadi setiap kali Ayu pulang ke Klaten, aku coba luangkan waktu untuk menemuinya, walaupun tidak bisa bermain bersama, bagiku bisa bertemu dia itu sudah lebih dari cukup.
Semua itu berjalan kurang lebih 2 tahun. Setelah itu kami sudah bisa komunikasi dengan adanya HP. Ayu sering menghubungi aku saat dia mau pulang ke Klaten, agar aku menjemputnya. Tapi disaat itu bukan Ayu sendiri yang SMS melainkan seorang cowok yang bernama Hamid Fitrianto, dan sering dipanggil Hamid. Sejak itu aku jadi sering SMSan atau ngobrol bersama dia. Ntah nanyain Ayu atau sekedar iseng pengen kenal dia saja. Dari situlah aku mulai mengenal sesosok mas Hamid.
Mas hamid biasa aku memanggilnya. Dia seorang cowok yang membuat aku salut dan kagum. Aku salut dengan keseharian dia. Dari pagi dia ngajar, siangnya dia kuliah, sedang sorenya sampai malamnya dia habiskan waktunya di masjid untuk mengajar anak-anak santri, sebelum dia tidur. Semua itulah yang membuatku bangga bisa kenal sama dia. Sering kali aku bertanya sama dia dengan sebuah pertanyaan konyol, seperti “ Apa mas gak capek kalau setiap hari seperti itu, kapan mas punya waktu buat main sama pacarnya?”, lagi-lagi dia menjawab nya dengan guyonan. ”aku nggak punya cewek dek”. Selain itu dia juga sesosok orang yang suka bercanda, namun dia juga selalu menasehati aku tentang banyak hal, mulai dari sekolah sampai seputar kehidupanku. Disamping itu dia juga sering menemani aku waktu belajar, entah itu lewat SMS ataupun lewat telpon. Sampai suatu pagi saat aku mau ujian tengah semester atau MID, dia sempat bertanya denganku, “adek jam segini selalu belajar apa nanti nggak nyontek?”. Aku hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman aza.
Beberapa hari berikutnya sekolahku mengadakan study banding ke Jogja, tepatnya di ATK, UGM, dan terakhir ke pantai Depok. Aku punya niat untuk ngajak mas Hamid ketemuan di pantai itu, tapi mas Hamid tidak tau tempat itu. Aku pun tetap membujuknya agar dia mau menemui aku di sana. Akhirnya dia cari informasi dimana letak pantai itu. Setelah dia mengetahuinya, tiba-tiba dia mendapat kabar kalau temannya kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit sehingga dia harus menjenguknya dan membatalkan untuk bertemu denganku. Walaupun rasa kecewa kini telah aku rasakan, tapi aku juga harus ngertiin dan nggak boleh egois.
HPku lowbed setelah dari pantai itu, jadi nggak bisa dihubungi sama sekali. Bahkan mas Hamid dan orang rumah SMS, aku juga tidak tau. Aku baru tau ada banyak sekali SMS masuk setelah aku sampai rumah. SMS-SMS itu tak lain dari mas Hamid, Orang rumah dan teman-temanku. Sejak HPku tidak aktif mas Hamid jadi susah untuk menghubungi aku, sampai-sampai dia mengira terjadi apa-apa denganku dan aku marah karena kejadian tadi siang. Aku tau dia begitu kwatir saat aku baca semua SMS dari dia. Setelah semua SMS darinya udah aku buka dan aku baca, aku pun membalas SMS dia dan ngasih kabar kalau aku sudah sampai rumah dengan selamat. Dia menyuruhku untuk cepat pergi istirahat karena hari sudah larut malam dan dia juga tau kalau aku cukup lelah setelah perjalanan tadi.
Dikeesokan harinya saat aku mau berangkat sekolah aku sudah diingatkan sama dia kalau aku masih capek aku nggak boleh berangkat sekolah dulu, tapi aku tetap berangkat. Sepulang dari sekolah aku merasakan tubuhku lemas tak bersemangat. Setibanya di rumah aku coba untuk istirahat, di sela-sela istirahatku tiba-tiba mas Hamid SMS untuk nanyain keadaan aku. Aku menjawabnya dengan jujur, hingga dia merasa kwatir. Setelah kejadian itu mas Hamid jadi tau kalau aku tidak boleh kecapekan, sebab kalau aku kecapekan aku pasti sakit. Selain itu aku juga tidak boleh mikir yang berat-berat seperti stres. Perhatian dan kasih sayang yang dia berikan untukku, membuatku terlena hingga aku menjadi takut untuk kehilangan dia. Aku akui kalau pada saat itu aku sempat punya perasaan dengan dia, perasaan yang ingin memiliki dia seutuhnya. Tapi setelah aku pikir-pikir dan renungin kembali, aku putuskan untuk menjadi adeknya aza. Karena menjadi seorang adek akan selamanya seperti itu akan tetapi kalau menjadi seorang pacar setiap saat bisa kehilangan. So sampai sekarang aku tetap menganggap mas Hamid itu sebagai kakakku, kakak yang selalu ada disaat aku butuh sandaran dan nasehatnya, kakak yang selalu menyayangi aku dengan apa adanya.
Dua tahun kemudian saat aku kuliah dan kost di Solo, kost yang aku tempati itu mengadakan wisata ke BKK (Baron, Krakal, dan Kukup). Aku kembali mengajak mas Hamid untuk ketemuan di salah satu pantai itu, karena kata dia pantai tersebut lumayan dekat dengan rumah dia. Pada awalnya dia tidak mau untuk ketemu, tapi aku terus membujuknya hingga dia mau menemui aku di pantai Baron. Setiba di pantai yang telah kami janjikan untuk ketemu, aku pun menghubungi dia. Setelah aku sudah dapat hubungi dia aku jadi bingung bagaimana aku mengenali dia, sedangkan ini baru pertama kali aku bertemu dengan dia. Tapi untungnya saja foto yang Ayu kasih ke aku masih aku simpan di HP.
Di sebuah warung makan dia menungguku bersama seorang temannya. Nur Asmawi itu nama temannya. Setelah pertemuan itu, kami pergi jalan-jalan menelusuri pinggiran pantai sambil bercanda dan ngobrol-ngobrol. Itu semua menjadi pertemuan sekaligus pengalaman pertamaku bersama seoarang kakak yang selama ini misterius di dalam kehidupanku. Dan pada saat itu juga menjadi awal pertemuanku dan perkenalanku dengan mas Nur. Sejak itulah aku mengenal sesosok mas Nur.
Nur Asmawi, dia adalah sesosok cowok yang nggak beda jauh dari mas Hamid. Aku juga senang mengenal dia. Setelah aku telusuri siapa dia sebenarnya, aku jadi tau tentang dia dan ternyata dulu dia itu mantannya Ayu. Aku sering juga SMSan dengan dia. Akan tetapi aku belum puas dengan informasi yang aku dapat darinya sebelum aku benar-benar membuktikannya. Aku putuskan saja untuk ikut Wahyudi ke Jogja, disaat dia kuliah aku bisa bertemu dengan mas Nur terlebih dahulu.
Sesampainya di Jogja aku dijemput sama mas Nur di kampusnya Wahyudi dan mengajakku ke kontraan dia. Di kontraan dia banyak sekali teman-teman dia yang aku tidak kenal semua. Aku cuek saja dan menyibukkan diri di kamar dia dengan nonton film yang ada di komputer kamar itu.
Adzan sholat Jum’at pun berkumandang, mas Nur dan teman-temannya beranjak pergi ke Masjid untuk menunaikan ibadah Sholat Jum’at sehingga aku di kontrakan sendirian, karena jenuh dan bosan akhirnya aku bersih-bersih kamar dan sekitar kamar itu sambil menunggu mas Nur pulang dari Masjid.
Hari sudah mulai sore dan Wahyudi pun juga sudah selesai kuliahnya. Aku pun meminta mas Nur untuk antar aku sampai ringroad, dan menunggui sampai aku bertemu dengan Wahyudi. Setelah aku bertemu Wahyudi aku langsung pamit pulang ke Klaten. Sebelum sampai rumah terlebih dahulu aku mampir ke SMA ku dulu hanya untuk sekedar ngecek anak-anak pramuka apakah mereka sudah pada pulang ataukah masih pada di sekolahan.
Di sekolahan aku sempat terpikir untuk ngasih kabar ke mas Nur kalau kami sudah sampai klaten dengan selamat, biar dia tidak kwatir. Bukan hanya mas Nur saja yang aku SMS tetapi juga teman-temannya yang aku mengetahui nomornya. Aku SMS mereka hanya untuk sekedar bilang terima kasih dan minta maaf karena sudah merepotkan mereka.
Balasan SMSku pun masuk satu persatu, namun ada satu SMS yang bagiku janggal, karena isi SMS itu malah membingungkan aku. Aku yang suka iseng dan suka pengen tau, aku telusuru saja nomor itu serta cari tau siapa pemilik nomor itu. Akhire aku mendapatkan jawaban atas semuanya itu. Pemilik nomor tersebut ternyata satu kontrakan dengan mas Nur. Dia bernama Saiful Aziz.
Aziz teman-teman memanggilnya. Dia seorang cowok yang pandai merayu. Hati-hati saja kalau sampai kenal dengan dia, jangan sampai terlena dengan rayuan gombalnya. Selain itu dia juga pandai akting dan cari perhatian supaya orang jadi simpatik padanya, khususnya cewek-cewek. Namun dibalik keparahannya itu dia masih memiliki kebaikkan di hatinya lho.
Disuatu hari dia memintaku untuk main ke Jogja tepatnya ke kontrakan, tapi aku menolaknya dengan berbagai alasan. Kemudian aku suruh saja dia yang main ke Solo. Mungkin karena dia masih penasaran denganku, akhirnya dia mau untuk main ke solo. Untuk tempat ketemuannya aku yang nentuin.
Solo Grang Mall atau kebanyakan orang menyebutnya dengan sebutan SGM itu tempat yang aku pilih untuk ketemu dengannya. Disamping ramai juga bisa jalan-jalan di sana. Pertamanya dia juga tidak tau tempat tersebut dimana, katanya untuk mencapai tempat tersebut dia penuh dengan perjuangan. Soalnya harus tanya-tanya terlebih dahulu baru bisa sampai tempat tersebut. Dia datang dengan seorang temannya yang bertempat tinggal di Karanganyar.
Yohanes Bayu Prajanto, itulah nama temannya. Pertama melihat mas Bayu dia itu berposter tubuh seperti Giring Nidji. Rambut kritring dan mengembang itulah yang membuatnya seperti Giring. Dia orangnya cukup pendiam tapi kalau sekalinya bercanda, waduh-waduh nggak ada yang bisa melawannya dech.
Pertemuanku dengan mas Bayu berlanjut saat aku bermain di kontraan mas Aziz. Saat itu aku lagi ingin jalan-jalan untuk mengobati penat yang aku rasakan selama di kost. Aku pergi saja ke Jogja dan meminta mas Aziz untuk menjemputku di bawah jembatan Janti. Karena pada saat itu aku pergi ke sana dengan naik bus. Seturun dari bus, aku belum melihat mas Aziz berada di sana. Jadi terpaksa aku harus menunggu dia terlebih dahulu. Padahal aku paling sebel kalau disuruh menunggu.
Sesampainya di kontrakan aku tidak melihat siapa pun di sana, kontrakan itu sangat sepi sekali. Yang aku lihat di sana hanya barang-barang berserakan di mana-mana. Dalam hati berkata “ kok bisa ya tinggal di rumah yang berantakan seperti ini.” Setelah masuk kamar aku menyadari bahwa kamarnya lebih parah daripada ruangan-ruangan yang aku lewati tadi. Jadi tidak heran kalau dia bisa tinggal di rumah yang berantakan ini. Sedikit demi sedikit kamar itu aku bersihin dan mas Aziz membantuku. Sekarang rumah itu sudah lumayan bersih dibandingkan yang tadi, kini tinggal rasa capek yang aku rasakan. Aku coba pejamin mata di kamar itu tapi tetap aza tidak bisa, akhirnya aku dipanggilkan mas Bayu untuk menemani aku, karena saat itu mas Aziz mau berangkat Sholat Jum’at.
Kini aku ditemani oleh mas Bayu di kontrakan. Karena itu aku juga jadi tau kalau mas Bayu itu beda iman dengan kita. Walaupun mas Bayu itu tidak seiman dengan kita, dia menghargai betul agama lain. Aku tau dia seperti itu karena dia selalu mengingatkan dan memberi kesempatan aku untuk ibadah. Mas Bayu tipe orang yang begitu sayang dengan keluarganya. Banyak sekali nasehat-nasehat yang dia berikan kepadaku. Aku suka dengan cara dia memberiku nasehat, karena dengan cara pelan dan tidak menyinggungku. Selain itu dia juga membimbingku dan mengajariku untuk belajar memecahkan masalah sendiri.
Dari mas Bayu dan mas Aziz kini aku mengenal banyak orang, diantaranya Lina Romadhoni, Kurnia Setyaningrum, dan mbak Nita. Dulu kami sering konferensian lima bersaudara diantaranya aku, Lina, Nia, mas Bayu, dan juga mas Aziz. Dari situ kami jadi semakin dekat dan mengenal satu sama lain.
Kurnia Setyaningrum, kebanyakan orang memanggilnya Nia. Nia ini tinggal bersamabeberapa orang di rumahnya, diantaranya pakde, mbak Iis, mas Pur, Icha, Dicky, dan Nia sendiri. Rumah itu tampak begitu ramai dengan adanya tawa canda anak-anak tersebut, yaitu Icha dan Dicky. Icha adalah anak dari mas Pur dan mbak Iis. Icha itu seorang anak yang lucu, imut dan gemesin, tapi dia juga pandai.
Ngomong-ngomong soal Nia aku jadi teringat dengan salah satu temanku yang bernama ayu, karena mareka memiliki kepribadian yang hampir sama. Salah satunya fisik dan cara dia ngomong. Nia adalah cewek baik, pandai, sholehah, dan juga crewet.
Aku makin dekat sama Nia saat aku singgah di rumahnya untuk beberapa hari, tepatnya saat ulang tahun mas Hamid. Saat itu Nia dan keluarganya juga ikut membantuku untuk memberi suprise buat mas Hamid. Keluarga dia menyambutku dengan baik. Apalagi si Icha dia sempet kecewa saat aku pulang nggak pamit sama dia, soalnya saat aku disana dia juga cukup dekat dengan ku.
Namun karena sesuatu hal tiba-tiba Nia menghilang begitu saja tak tau gimana kabarnya. Dia jadi susah dihubungi, rasanya jadi hampa, karena salah satu temen konferensian nggak ada. Aku jadi kehilangan dia, teman yang selalu ada saat suka atau sedih. Teman yang menjadi pelipur rasa kangen pada teman masa kecilku. Aku kangen kamu Nia.
Lina Romadhoni, si cewek unik yang memiliki ciri khas tersendiri. Lina ini memiliki suara khas seperti jeng Kelin yang selalu membuat tertawa. Dia ini juga termuda diantara kami, selain itu dia juga yang paling kocak dan lucu. Tapi sekalinya dia ngambek duh susah banget deh buat bujuknya. Bukan hanya itu saja, dia juga tipe cewek yang crewetnya minta ampun. Disamping sifat dia yang seperti itu terkadang dia juga bisa bersikap dewasa. Sering juga dia memberi nasehat pada kami, saat kami terpuruk dan mencoba untuk menghiburnya.
Di rumah Lina Wonogiri lah aku bertemu dengannya, karena saat itu dia ingin sekali bertemu denganku, tapi dia takut untuk menemuiku di Solo. Akhirnya aku yang main ke rumah dia. Di sana aku dikenalkan sama neneknya yang kebetulan saat itu dia tinggal dengan neneknya. Dua hari aku berada di sana, menemani dia dan mendengar cerita-cerita dia. Selama aku di sana dia juga mengajakku jalan-jalan di waduk dan bendungan yang dekat dengan desanya, itung-itung cari hiburan biar tidak bosan di rumah terus.
Sejak saat itu aku juga jadi kenal dengan keluarganya, terlebih ibu dan bapak. Beliau menganggap aku sudah seperti anak beliau sendiri. Beliau sering banget menasehati aku dalam banyak hal. Bahkan beliau juga sering mengajakku bercanda, walaupun hanya lewat telpon. Soalnya beliau tinggal di Anyer. Selain itu beliau juga memberi aku sebuah amanat untuk menjaganya saat dia bersamaku dan membimbing Lina dalam hal kebaikkan.
Dari Lina aku mengenal seorang cowok bernama Jumbadi. Sering dia dipanggil Jum atau Adi. Awal aku mengenal mas Jum saat aku bermain ke Jogja dengan Lina. Pada saat itu kami ingin memberi suprise untuk mas Bayu, jadi kami minta dijemput sama mas Jum dan temannya. Teman mas Jum itu adalah Mas Miftha yang juga teman mas Bayu.
Mas Jum adalah seorang cowok yang baik dan juga menyenangkan. Dia kalau diajak ngobrol juga nyambung. Selain itu dia juga tipe orang yang suka bercanda.
Aku lebih mengenal dia saat bermain ke Alkid atau Alun-alun Kidul. Di sana kami banyak bercanda dan main-mainan. Kami juga mencoba berjalan menuju celah yang memisahkan kedua pohon beringin yang terletak di tengah-tengah Alun-alun tersebut. Kadua pohon beringin itu memiliki sebuah mitos, yaitu barang siapa yang bisa melewati celah pohon itu dengan mata tertutup maka apapun yang dia inginkan akan terkabul. Setelah capek bermain-main kami pun istorahat disalah satu angkringan untuk sekedar wedangan sambil melepas capek.
Dikemudian hari saat aku mau balek ke Solo, aku minta diantar sama mas Jum samapi tempat dimana dulu mas Jum jemput aku. Karena saat itu aku balek sendirian, jadi mas Jum menemaniku terlebih dahulu sampai aku naik bus, barulah dia kembali. Laen dengan mas Aziz, aku belum dapat bus juga sudah ditinggal. Di bus aku juga masih sempat SMSan dengan mas Jum dan pamitan dengan yang lain, serta aku menitipkan amanat yang bapak dan ibu berikan padaku sama mas Bayu. Amanat itu adalah Lina yang saat itu dia nggak bisa balek sama aku karena dia sedang sakit.
Mulai dari situlah aku berani berbuat usil dengan mas Jum. Dia sering sekali aku kerjani,yang aku heran sudah sering aku isengi tapi dia tetap juga kena kejailanku. Dia belum hafal-hafal dengan sikapku jadi dia kena terus dech. Walaupun seperti itu dia nggak pernah marah ataupun jengkel sama aku. Dengan seperti itu kami jadi semakin dekat dan mengenal satu sama lain. Tak lupa pula saat aku bermain ke Jogja, aku sempatkan untuk bermain ke kost dia untuk sekedar ingin ketemu dan melihat keadaannya saja. Aku juga sering merepoti dia saat aku sedang ada masalah. Aku selalu meminta dia untuk menemani aku bermain kemana saja yang aku inginkan. Yang membuat aku suka dengannya itu adalah dia selalu berusaha menghiburku ntah dengan cara apapun.
Karna mereka semua yang aku sebutin di atas kini aku lebih banyak mengenal orang-orang yang juga dekat dengan mereka. Diantaranya mas Gufron, mas Miftha, mas Dodi, mbak Nita, mas Rian, Yani ceweknya mas Jum, Ardy cowoknya dek Lina, dan lain-lain. Namun aku tidak bisa menceritakan satu persatu orang yang aku sebutin diatas, karena aku tidak begitu tau tentang mereka. Aku hanya sekedar kenal mereka saja. Yang jelas mereka itu baik dan asyik untuk diajak berteman.
Untuk lebih jelasnya tentang siapa dan yang mana orang-orang tersebut aku coba lampirkan foto-foto mereka dalam buku ini.
Inilah sepenggal kisah yang aku lewati sehingga aku mengenal mereka semua. Terima kasih sahabat kecilku yang telah mengenalkan aku dengan mereka. Terasa tetesan air mata ini membasahi pipiku saat aku mencoba untuk bercerita tentang ini semua, karena aku teringat dengan mu yang tak tau ntah dimana, dan bagaimana keadaanmu. Sudah bertahun-tahun aku mencarimu dan menantimu untuk kembali. Aku begitu kangen dengan mu.
THE END
Nama : Ratna Dewi Sulistyarini
TTL : 23 Januari 1990
Alamat : Kirkawi 02/03, Bono, Tulung, Klaten
Email : setya.dewi06@gmail.com
Cerita ini pasti jauh dari kesempurnaan, maka dari itu aku mohon pesan dan sarannya agar karyaku ini jadi lebih baik. Apabila ada kelebihan dan kekurangannya dalam penulisan cerita ini aku minta maaf.
“Kawan yang sesungguhnya ialah yang mengulurkan tangannya pada yang dalam kesusahan”